IMAM MUHAMMAD AL-JAWAD AS


IMAM MUHAMMAD AL-JAWAD AS




Muhammad al-Jawad (Arabمحمد الجواد) dikenal juga dengan gelar at-Taqi, dan dijuluki Abu Ja'far adalah Imam ke-9 dalam tradisi Syi'ah Dua Belas Imam. Ia lahir di Madinah, pada 10 Rajab 195 H. (8 April 811 M), dan wafat pada hari Selasa, Akhir Dzul-Hijjah 220 H. (Desember 835), pada usia 25 tahun, dan dimakamkan di KazimainBaghdadIraq

Suksesi

Muhammad al-Jawad, satu-satunya anak al-Rida, berusia tujuh tahun ketika ayahnya meninggal. Suksesi Muhammad muda, yang kemudian dikenal sebagai al-Jawad (terj. har.'yang dermawan'), menjadi kontroversial di antara para pengikut ayahnya. Sekelompok dari mereka malah menerima imamah saudara laki-laki al-Rida, Ahmad bin Musa. Kelompok lain bergabung dengan Waqifite, yang menganggap al-Kadzim sebagai Imam terakhir dan mengharapkan dia kembali sebagai Mahdi. Beberapa secara oportunis mendukung imamah al-Rida setelah pengangkatannya sebagai penerus kekhalifahan dan sekarang kembali ke komunitas Suni atau Zaydi mereka. Muhammad Husain Thabathaba'i, bagaimanapun, menganggap perpecahan di Syiah setelah al-Rida sebagai tidak signifikan dan seringkali bersifat sementara. Cendekiawan Syiah Dua Belas Imam telah mencatat bahwa Yesus menerima misi kenabiannya dalam Al-Qur'an ketika dia masih kecil. dan beberapa berpendapat bahwa al-Jawad telah menerima pengetahuan sempurna yang diperlukan tentang semua masalah agama melalui ilham ilahi sejak masa suksesinya, tanpa memandang usianya

Nasab, Julukan dan Gelar

Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja'far bin Muhammad, adalah imam kesembilan Syiah Itsna Asyariyah, yang masyhur dengan Jawad al-Aimmah. Keturunan ke-6 yang nasabnya bersambung kepada Imam Ali as, imam pertama mazhab Syiah. Ayah beliau adalah Imam Ridha as, Imam kedelapan mazhab Syiah. Ibunda beliau seorang budak bernama Sabikah al-Nubiyah.

Julukan beliau adalah Abu Ja'far dan Abu Ali. Dalam sumber-sumbser hadis, ia disebut sebagai Abu Ja'far Tsani (kedua) supaya tidak keliru dengan Abu Ja'far Awal (pertama) (Imam Baqir as).

Di antara gelar terpopuler imam kesembilan adalah Jawad dan Ibnu al-Ridha. Taqi, Murtadha, Zaki, Qani', Radhi, Mukhtar, Mutawakkil Murtadha dan Muntajab, termasuk diantara lakab-lakab yang juga disematkan kepadanya.


Biografi

Menurut penuturan para sejarawan, Imam Jawad as lahir di kota Madinah, pada tahun 195 H/811. Namun terdapat perbedaan terkait hari dan bulan kelahirannya. Kebanyakan referensi meyakini hari kelahiran Imam terjadi pada bulan Ramadhan. Sebagian referensi tersebut menyebut 15 Ramadhan dan sebagian lagi menyebut 19 Ramadhan. Syekh Thusi dalam kitab Mishbah al-Mutahajjid menyebut 10 Rajab sebagai tanggal lahirnya.

Dari beberapa riwayat dapat dipahami bahwa sebelum kelahiran Jawad al-Aimmah sebagian kelompok Waqifi mengatakan, bagaimana Ali bin Musa as bisa menjadi seorang imam padahal ia tidak memiliki keturunan. Oleh karena itu, tatkala Jawad al-Aimmah terlahir ke dunia, Imam Ridha as menyifati kelahirannya dengan kelahiran yang penuh berkah. Dengan semua itu bahkan setelah kelahirannya, sebagian kelompok Waqifi tetap mengingkari penisbatan dia kepada Imam Ridha as. Mereka mengatakan, 'Jawad al-Aimmah tidak memiliki kemiripan wajah dengan ayahnya', hingga didatangkan para ahli dan mereka menyatakan bahwa Imam Jawad as putra Imam Ridha as.

Mengenai kehidupan Imam Jawad as tidak banyak informasi yang dimuat dalam sumber-sumber historis. Hal itu dikarenakan keterbatasan-keterbatasan politik dari pihak pemerintahan Abbasiyah, taqiyah dan usianya yang pendek.Ia hidup di Madinah. Menurut laporan Ibnu Baihaqi, ia melakukan safar sekali ke Khurasan untuk bertemu dengan sang ayah. Dan setelah menjadi imam pun, ia beberapa kali didatangkan ke Baghdad oleh para penguasa Abbasiyah.


KETURUNAN

Menurut penuturan Syekh al-Mufid, Imam Jawad memiliki empat anak, yaitu Ali, Musa, Fatimah dan Umamah. Namun, sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa putri Imam ada tiga orang, yaitu Hakimah, Khadijah dan Ummu Kultsum. Pada sebagian sumber kontemporer dimuat bahwa Ummu Muhammad dan Zainab juga dianggap sebagai putri-putri beliau.


Syahadah

Pemerintahan Abbasiah dua kali mengundang Imam Jawad as dari Madinah menuju Baghdad. Perjalanan pertama pada masa Ma'mun tidak menghabiskan waktu begitu lama.  Perjalanan kedua, atas perintah Mu'tashim, Imam masuk kota Baghdad pada hari 28 Muharram tahun 220 H/835 M, dan beliau meninggal pada bulan Dzulkaidah, atau Dzulhijjah di Baghdad pada tahun yang sama. Dalam kebanyakan referensi, hari syahadahnya adalah akhir Dzulhijjah,  namun dalam sebagian referensi, tanggal 5 atau 6 Dzulkaidah juga disebutkan. Tubuh suci beliau dimakamkan di sisi kakeknya, imam Musa bin Ja'far as di pekuburan Quraisy di Kazhimain. Beliau berusia 25 tahun saat meneguk cawan syahadah. Atas dasar ini, beliau adalah imam Syiah yang berusia paling muda saat syahid.

Sebagian ahli sejarah meyakini bahwa penyebab kesyahidan Imam Jawad as adalah gunjingan Ibnu Abi Dawud (hakim Baghdad) di sisi Mu'tashim khalifah Abbasiah. Dan dalilnya adalah karena diterimanya pendapat imam tentang dipotongnya tangan pencuri, yang mana hal ini membuat Ibnu Abi Dawud dan sebagian besar para fakih dan para anggota istana menjadi malu.

Terkait bagaimana kesyahidan imam ke-9 Syiah, terdapat perbedaan pendapat. Dalam sebagian sumber dimuat bahwa Mu'tashim melalui salah seorang menterinya meracuni Imam dan ia pun syahid. Namun, sebagian orang meyakini bahwa Mu'tashim melalui Ummu al-Fadhl meracuni Imam. Mas'udi, sejarawan abad ke-3 H (W. 346 H/958 M) mengatakan, Mu'tashim dan Ja'far bin Ma'mun (saudara Ummu al-Fadhl, istri Imam Jawad) senantiasa berfikir untuk membunuh Imam Jawad as. Karena Imam Jawad tidak memiliki keturunan dari Ummu al-Fadhl, maka Ja'far pun memprovokasi saudarinya, Ummu al-Fadhl supaya meracunnya. Dengan cara inilah mereka bedua menuang racun ke dalam anggur dan Imam pun meminumnya. Ummu al-Fadhl setelah itu menyesal dan menangis, namun Imam memberitahukan kepadanya bahwa ia akan tertimpa bencana yang tak akan ada penyembuhnya.

Terdapat catatan-catatan lain terkait bagaimana kesyahidan Imam Jawad di tangan Ummu al-Fadhl.

Periode Keimamahan

Muhammad bin Ali as menerima kedudukan imamah setelah kesyahidan Imam Ridha as tahun 203 H/818 M. Periode keimamahan beliau sezaman dengan kekhalifahan dua khalifah Abbasiah. Sekitar 15 tahun dari keimamahannya berlangsung pada masa kekhalifahan Ma'mun (193-218 H) dan 2 tahun pada masa kekhalifahan Mu'tashim (218-227 H). Masa keimamahan Imam Jawad as selama 17 tahun, dan dengan kesyahidannya pada tahun 220 H/835 M, maka keimamahan itu berpindah kepada putranya, Imam Hadi as.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar